Monday, September 21, 2009

SASTERA MELAYU


BANJIR AIR MATA


Berhari raya di Kota Gelenggi,

Makan lemang buluh pelang;

Hati dinda tidak berbelah bahagi,

Siang malam kenangkan abang.


***


Pagi raya di Felda Kota Gelenggi,

Di sisi pusara wira persilatan Melayu,

Duduk sersimpuh janda muda,

Bersama tiga anaknya,

Dua perempua satu lelaki,

Semuanya yatim – kehilangan ayahanda.


Jari jemarinya mengeletar mencabut rerumput atas pusara,

Air jernih tumpah dari dua telaga matanya,

Luruh,

Basah,

Ruah,

Lalu menjadi sungai kecil,

Banjir – tsunami - air mata.


“ ... bang, demi Allah,

Demi cinta kita,

Demi anak – anak kita,

Dinda tak akan meluntur cinta kita,

Dinda takakan memilih mana – mana lelai,

Mengganti kanda,

...kita akan bertemu di syurga,

Cinta dinda pada Allah,

Pada Kanda.”


Gadis kecil – puteri bongsunya,

Menyirai butir – burit pasir atas pusara,

Suara hiba dari celah bibirnya,

“Ayah, kami rindukan ayah,

...ayah, aya ..., bila ayah nak balik,

Emak menangis...”


Kuntum - kuntum segar di kaki pusara,

Bajir air mata bagaikan tenggelam sebuah pusara,

Janda berdiri bersama anak - anaknya,

Menatap pusara di balik tabir air mata;

Terkenang zaman remaja - mereka bercinta,

Kini cinta suci janda muda abadi,
Kepada keksihnya, di syurga menanti.

No comments: